Kekerasan Terhadap Anak

Posted by Wahyuna Sunday, January 8 0 komentar
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian.

Pengertian lainnya tentang kekerasan terhadap anak adalah suatu kondisi dimana anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun dirawat karena mengalami luka-luka fisik yang secara sengaja dilakukan oleh orangtua, anggota keluarga yang lain, atau orang lain (Lauer & Broek, & Grossman, 1974). Definisi lebih luas disampaikan oleh (Burland, Andrews, & Headsten, 1973) bahwa kekerasan anak termasuk didalamnya pengabaian dari orangtua yang parah dan sangat berat.

Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.

B. Faktor Penyebab Timbulnya Kekerasan.
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga :
  • Faktor yang paling dominan yang mendorong tindakan kekerasan terhadap anak adalah faktor ketimpangan sosial. Oleh Karena itu untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak adalah menghilangkan ketimpangan sosial tersebut dengan mereformasi sistem politik dan ekonomi negeri ini.
  • Kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan.
  • Faktor anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan tingkah laku juga menjadi salah satu sebab banyaknya kasus kekerasan terhadap anak.
  • Banyak pribadi yang mengalami ganguan jiwa yang kemudian muncul konflik budaya yang ditandai dengan keresahan sosial, ketidaksinambungan, disharmoni, ketegangan, ketakutan dan perilaku-perilaku lain yang akhirnya melanggar norma. Akibatnya orang lalu memiliki pola perilaku menyimpang dari norma-norma umum, dengan berbuat semaunya sendiri dengan mengedepankan kepentingan pribadi, kemudian merugikan pihak lain.
  • Hubungan atau interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah objek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku.
  • Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
  • Pola asuh orangtua yang salah. Banyak orang tua yang berlaku kasar memberikan hukuman fisik dengan dalih untuk memberikan pelajaran pada anak-anaknya. Padahal sesungguhnya saat itu anak sedang diberikan pelajaran kekerasan oleh orangtuanya. Karena esensinya, orang tua adalah figur modeling bagi anak. Anak-anak akan berperilaku sama seperti orang tuanya jika menghadapi situasi serupa. Fenomena ini akhirnya menjadi suatu mata rantai yang tidak terputus, dimana setiap generasi akan memperlakukan hal yang sama untuk merespon kondisi situasional yang menekannya, hingga pola perilaku yang diwariskan ini menjadi budaya kekerasan.
  • Tekanan ekonomi. Ketidakberdayaan masyarakat dalam mengatasi kemiskinan dan tekanan hidup yang semakin meningkat itu, menyebabkan seseorang menjadi mudah sekali meluapkan emosi, kemarahan dan kekecewaan kepada orang terdekatnya yaitu anak.
  • Belum efektifnya payung hukum perlindungan anak. Meskipun Undang-Undang Perlindungan Anak sudah berlaku selama lima tahun, tetapi kekerasan terhadap anak tidak menyurut. Kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual, terus menghiasi media massa nasional (Firdaus, 2006)

C. Dampak Yang Ditimbulkan
Ada beberapa hal merupakan dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga :
  • Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental.
  • Kurangnya perhatian dan kepercayaan anak terhadap orangtua sendiri. Penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
  • Anak yang mendapatkan kekerasan akan terauma atau pun sebaliknya,
  • Anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang lebih bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut.
  • Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan mental.
  • Adanya kekerasan yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian.anak menjadi maladaptive yang dapat menjadi permasalahan patologis, beresiko mengalami sejumlah permasalahan kesehatan dan permasalahan psikologis, perilaku-perilaku dan mengisolasi diri, dan anak mengalami berbagai kesulitan akademik, perilaku agresif, penyalahgunaan obat, permasalahan perhatian dan konsentrasi, hambatan perkembangan, percobaan bunuh diri, dan permasalahan belajar.
D. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dibagi menjadi empat, yaitu:
  1. Kekerasan seksual yang meliputi eksploitasi seksual komersial termasuk penjualan anak (sale children) untuk tujuan prostitusi (child prostitution) dan pornografi (child phornografy). Kekerasan seksual atau perlakuan salah secara seksual dapat dikenali dalam bentuk perkosaan, pemaksaan seksual, sodomi, oral seks, onani, pelecehan seksual , dicium bahkan perbuatan incest.
  2. Kekerasan fisik. Tindakan kekerasan ini meliputi pemukulan dengan benda keras, menjewer, menampar, menendang, menyundut dengan api rokok, menempelkan seterika pada tubuh bahkan membenturkan kepala pada tembok, lantai dan tempat tidur.
  3. Kekerasan emosional atau kekerasan verbal. Kekerasan ini pada umumnya dilakukan dalam bentuk membentak, memarahi dan memaki anak dengan cara berlebihan dan merendahkan martabat anak, termasuk mengeluarkan kata-kata yang tidak patut didengarkan anak.
  4. Kekerasan dalam bentuk penelantaran. Bentuk ini pada umumnya dilakukan dengan cara membiarkan anak dalam situasi kurang gizi, tidak mendapat perawatan kesehatan yang memadai, memaksa anak menjadi pengemis, mendorong dan memaksa anak menjadi anak jalanan, buruh pabrik, pembantu rumah tangga, pemulung dan jenis-jenis pekerjaan lain yang dapat membahayakan pertumbuhan dan perkembangan aspek psikologis anak.
  5. Hal-hal Yang Melindungi Akibat Dari Kekerasan Pada Anak Dalam Rumah Tangga.
Kaum kapitalis, Pemerintah, dan dalih “peduli” terhadap perlindungan anak, memperjuangkan disahkannya UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA), juga UU PKDRT. Pengertian kekerasan dalam Pasal 3 UU PA dan diperjelas dalam Bab III pasal 5 UU PKDRT adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
Bantuan sosial-psikologis terhadap pelaku kekerasan dalam persoalan KDRT, seharusnya menjadi bagian integral dalam prevensi primer dan sekunder. Melalui bantuan seperti itu, kita mencegah mereka mengulang tindakannya. Selain itu, beberapa di antaranya mungkin dapat diberdayakan untuk keluar dari stigmatisasi masyarakat dan siksaan batinnya untuk membantu orang lain agar tidak melakukan kekerasan pada anak. Mereka adalah sumber yang dapat dipercaya karena mereka pernah dalam keadaan emosional dan mental yang menjadikan mereka tidak lebih baik dari binatang. Mereka adalah manusia-manusia yang pernah bersentuhan dengan bagian yang paling gelap dari sifat kemanusiaan mereka. Jika pengalaman mereka dapat direkonstruksi menjadi enerji positif untuk mengatasi masalah yang amat kompleks dan sulit ini.

F. Solusi untuk Mencegah Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak
  1. Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup. Dari beberapa faktor yang telah kita bahas diatas, maka perlu kita ketahui bahwa tindak kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh terhahap perkembangannya baik psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu kita hentikan tindak kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya tindak kekerasan.
  2. Keluarga Yang Hangat Dan Demokratis. Dalam sebuah study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang orangtuanya acuh tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home, perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa tiga tahun. Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang orang tuanya penuh pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dan menyisihkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan, berdialog dan diskusi, hasilnya rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi ) anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga membuktikan bahwa 63 % dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan anak-anak dilenkuen ( nakal ), berasal dari keluarga yang tidak utuh ( broken home ). Kemudian hasil penelitian K. Gottschaldt di Leipzig ( Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen dari anak-anak yang sulit di didik ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau mengalami tekanan hidup yang terlampau berat. (Ahmad, Aminah . 2006 : 1)
  3. Membangun Komunikasi Yang Efektif. Kunci persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul adalah stereotyping (stigma) dan predijuce (prasangka). Dua hal itu kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang dibumbui intervensi pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap anak adalah bagaimana anggota keluarga saling berinteraksi dengan komunikasi yang efektif. Sering kita dapatkan orang tua dalam berkomunikasi terhadap anaknya disertai keinginan pribadi yang sangat dominan, dan menganggap anak sebagai hasil produksi orang tua, maka harus selalu sama dengan orang tuanya dan dapat diperlakukan apa saja.


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Kekerasan Terhadap Anak
Ditulis oleh Wahyuna
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ybahtera.blogspot.com/2012/01/kekerasan-terhadap-anak.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Post a Comment

Modified by info update | Copyright of ybahtera.